Kisah Mistis: DARAH TERAKHIR
Matahari tenggelam di barat. Warna kemerahan menjilat-jilat permukaan danau. Sore itu, burung perenjak berkicau dengan suaranya yang merdu. Bersenandung menyambut malam. Mereka beranjak masuk ke sarang. Di atas pepohon tinggi di tepi Danau Bayah, Blok Bayah Selatan, Paser Penajam, Balikpapan, Kalimantan Timur…
Dalam datang menyambut kami. Rembulan bersemburat di ufuk timur. Putin bagaikan sebutir telur angsa di tengah rumput. Putih memucat menyambut gelap. Batinku gundah gulana. Ada makhluk astral mendekatiku. Sinyalnya sangat kuat menyentuh jantung.
“Siapa kamu dan apa maksudmu masuk ke tubuhku?” tanyaku, nyaris tanpa suara. Aneh, belakangan memang aku terlalu mudah untuk dimasuki. Bahkan terlalu mudah untuk dijamah bangsa lain. Jin, genderuwo, setan, kuntilanak dan Mang Igo-igo. Nama terakhir ini. Mang Igo-igo, adalah makhluk gaib penghuni Paser Penajam. Hanya ada di Kalimantan Timur dan dialah yang aku cari malam itu. Dia harus membantuku dan bekerja untukku. Bayarannya, darah. “Darah manusia?” Bukan, tapi darah kambing hitam. Namun, kali ini, dia minta darahku sendiri.
“Aku mau darahmu,” bisiknya, tajam, bagaikan silet di saringan telingaku. Nyit!
Sebenarnya aku hanya mau mengangkat mustika anak dara yang tersimpan di Danau Bayah. Aku hanya butuh kepada penguasa danau, Abdul Hamid Al Jabbar. Jin asal Hedramaut yang menguasai perarairan payau. Tapi, Mang Igo-igo, datang. Arwah manusia pertama di Kalimantan Timur. Arwah manusia ke tiga di wilayah Pulau Kalimantan. Berkuasa termasuk wilayah Sabah, Malaysia dan Bandar Sri Begawan, Brunai Darussalam.
“Bila hanya mustika yang engkau cari, aku bisa memberikannya. Akulah penguasa di atas penguasa wilayah ini,” tekan Mang igo Igo. Tidak ada bangsa gaib lain yang mampu mengeluarkan mustika itu, selain aku. Katanya pula. Namun, syaratnya, darah. Darahku sendiri secangkir kayu ulin untuknya.
Mengapa mustika itu aku kejar dan aku cari dengan sekuat kemampuanku? Pada malam Jumat Kliwon pekan lalu, aku didatangi oleh Mbah Kaponan. Nenekku yang punya ilmu sajti mandraguna dan mukswa di Gunung Dempo, Pagaralam, Sumatera Selatan. Nenekku bilang, pergilah ke Paser Penajam, Kalimantan Timur. Di sana ada kerajaandi dalam danau. Di situ ada mustika anak dara yang dikuasai gaib. Ambillah mustika itu dan gunakan untuk kehidupanmu.
“Apakah aku bisa mendapatkannya, Mbah Puteri?” tanyaku.
“Kau bisa mendapatkannya dan gaib setempat akan memberikannya untukmu,” bisik Mbah Kaponan, Mbah Puteri ku kepadaku.
Untuk misi itu, aku segera berangkat ke Kalimantan Timur. Dari Pagaralam, aku naik kendaraan darat ke bandara Sultan Mahmu Badarudin di kota Palembang. Dengan besawat garuda aku terbang ke Jakarta. Di bandara Soekarno-Hatta aku naik pesawat Lion Air menuju Balikpapan. Sesampainya di bandara Sepinggan, yang saat ini berganti memakai nama Sultan Kutai Kertanegara, aku naik taksi ke pelabuhan speed di Kampung Baru, Balikpapan. Seorang tukang ojek, Rahmad Saleh, 45 tahun, menjemputku.
“Mbak Rusita dari Pagaralam kan? Aku diperintahkan gaib untuk menjemput lalu mengantarkan ke Danau Bayah, untuk misi pengangkatan mustika anak dara itu,” katanya. Ajaib. Darimana dia tahu dan siapa yang memerintahkan Rahmad Saleh, aku tak boleh tahu. Bahkan dilarang untuk bertanya.
Dengan dinaikkan ke perahu tongkang, ojek itu bersamaku menyeberang dari Balikpapan ke Paser Penajam. Aku mengajak Rahmad saleh menikmati ikan bakar di pelabuhan Gundanga, Paser Penajam. Setelah itu berjalan 54 kilometer menuju Danau Bayah.
Perjalanan sungguh sangat melelahkan. Tetapi aku tidak boleh lelah dan mengantuk. Mataku, telingaku, harus aku pasang dan multuku harus terus memnaca mantra sakti mandraguna dari Mbah Kaponan.
Senja memerah dan kemerahan di ufuk narat. Di situ aku berhenti dan memandangi permukaan danau yang bergelombang karena angin.
“Aku harus pergi dan besok pagi aku jemput lagi di sini,” kata Rahmad Saleh, pamit, lalu raib entah ke mana. Motornya pun, tak lagi dapat aku lihat.
Setelah sembahyang magrib, aku berzikir panjang. Zikir asmaul husnah bagian yang terpenting untuk berhubungan dengan gaib. Namun, belum tuntas berzikir, Mang Igo Igo dating menjanjikan mustika itu. Tapi, dia meminta darahku. Ya, sudahlah, pikirku. Aku meluaki nagian tangan kananku dan mengeluarkan darah secangkir untuknya. Agak lemas sedikit, tapi aku harus kuat. Atat setidaknya, harus bias menguatkan diri agar mustika itu masuk ke dalam tasku.
“Darah ini adalah darah terakhirku karen: sudah terlalu banyak darah aku keluarkan untuk bangsa gaib,” kataku. Mang Igo Igo hanya tersenyum, lalu dia meminum darahku. Mungkin, pikirku, inilah perjanjian berdarah kepada penguasa Kalimantan Timur.
Beberapa saat setelah minum darah, Mang Igo Igo masuk ke dalam air. Dia menyelam pada kedalaman danau untuk masuk ke dalam kerajaan gaib Danau Baya
“Tunggu di sini, aku akan kembali dalam waktu beberapa jam,” katanya, sambil menerjunkan dirinya ke permukaan air.
Di pinggir danau yang sepi itu, aku memnuat api unggun dari kayu kering yang ada. Aku memanaskan diri sekaligus membuat penerangan melawan gelap, di hutan lebat kayu mahoni hutan Paser Penajam. Lama aku menunggu, sehingga aku kelar sembahyang isya dan sembahyang sunnah malam.
Beberapa saat setelah sembahyang sunnah malam, tubuh menjadi ringan dan mengecil. Aku lihat diriku menjadi kecil bahkan sangat kecil sehingga rumputpun menjadi sebesar dan setinggi pohon beringin.
“Ya Allah ya Tuhanku, mengapa aku menjadi kecil begini?” bisikku, konsentrasi penuh kepada Allah Azza Wajalla.
Darah, darah terakhirku itu, adalah darah yang menyedot dayaku. Energiku terhisap pada secangkir darah yang diminum Mang Igo Igo dan dia telah mengambil alih dayaku. Tak ayal, aku menjadi lemas dan Mang Igo Igo menjadi kuat. Bahkan sangat kuat.
Setelah aku berusaha untuk duduk di bawah akar rumput, aku melihat semut sebesar gajah. Aku melihat ulat sebesar truk tronton. Duh Gusti, bisikku, nagaimana aku bisa seperti ini?
“Peganglah hidungmu dan berhentikan nafasmu selama satu menit,” bisik suara Mang Igo Igo.
Aku lalu memegang hidungku dan menahan nafas selama semenit. Dan keajainam terjadi, tubuhku memnesar dan aku menjadi tinggi besar ke atas. Rambutku hamper menyentuh pohon angsana, pohon tertinggi di Danau Bayah.
“Lah, mengapa pula aku jadi setinggi ini?” batinku. Danau yang berukuran lima hektar pun, tiba-tiba menjadi kecil di mataku.
“Aku tidak juga mau bertubuh setinggi ini. Aku mau normal seperti sediakala,” kataku.
“Pegang dua telingamu dan tarik sekencang-kencangnya selama semenit,” perintah Mang Igo Igo, kepadaku.
Aku lalu menjalani perintah itu. Kutarik dua kupingku sekencang-kencangnya hingga berdarah. Beberapa saat kemudian, tubuhku mengecil lagi dan normal kembali.
Semalam aku tidak tidur di Danau Bayah. Angin semilir dari barat menerpa pepohonan dan menerpa tubuhku. Rasa dingin menyentuh Kulit dan aku menggigil kedinginan. Aku kemnali membuat perapian dan api pun kembali menyala. Namun, api itu tiba-tiba mati karena diguyur hujan deras yang tiba-tiba turun dari langit.
“Masuklah engkau ke permukaan air, terjunkan dirimu dalam keadaan berpakaian dan dengan tas serta harta benda yang kau bawa,” perintah Mang Igo Igo.
Aku melakukan apa yang diinginkannya. Aku langsung menerjunkan diriku berikut bawaanku, tas, jam tangan, kalung dan sepatuku. Arkian, begitu aku terjun ke permukaan danau, tubuhku melesat ke dalam dengan cepat dan sudah berada di halaman sebuah rumah mewah. Rumah dengan tiang-tiang besar panjang menopang istana kerajaan Mang Igo Igo.
“Masuklah ke dalam,” perintah suara Mang Igo Igo.
Dengan langkah gontai aku memnuka pintu istana dan masuk ke dalam ruangan serba luks. Sebuah ruangan dengan karpet merah dengan lampu Kristal, sofa platina putih berikut bantal-bantal uang di sisi kiri dan kanan. Uang dolar Amerika, uang rupiah dan uang Won Korea Selatan.
“Bawalah satu bantal warna kuning itu. Di dalamnya ada mustika yang engkau cari dan uang untuk kau hidup dan biasa digunakan hingga engkau mati,” kata Mang Igo Igo kepadaku.
Aku bersimpuh di kaki Mang Igo Igo dan .dia mengusap kepalaku dengan lembut.
“Kau menjadi anakku dank au akan aku kawal walau dirimu jauh di Pagaralam sana,” desis Mang Igo Igo, dengan wajah memerah.
“Kau menjadi bagian keluarga kerajaan Danau Bayah ini dan kau akan menjadi perempuan sakti mandraguna,” katanya.
“Lalu, tentang darah, bagaimana Mang Igo Igo?” tanyaku.
“Jangan engkau keluarkan darah lagi untuk siapapun. Simpan dan rawat darahmu. Darah terakhirmu sudah aku terima dan aku minum. Maka itu, aku adalah engkau dan engkau adalah aku. Dua dalam satu dan satu di dalam dua,” imbuhnya.
Aku memahami ini lalu bersujud di karpet merah, berterima kasih kepada Tuhanku, .Allah Azza Wajalla dan aku pamit. “Pergilah” perintahnya.
Aku melangkah ke luar kerajaan. Dan begitu membuka pintu, aku sudah berada di tepi danau. Tempat sisa-sia perapian yang kayunya sudah menjadi arang karena air hujan.
Hari sudah pagi. Namun waktu subuh masih ada. Aku lalu mengambil air wudu’ di permukaan danau dan sembahyang subuh. Saat aku membaca takbir, tiba-tiba ada gerakan banyak di belakangku. Astagfirullah, ternyata banyak jin pengikut Mang Igo Igo yang bersembahyang. Sementara sebagian lagi berdiam diri. Yang sembahyang adalah jin yang beragama islam dan yang tidak sembahyang, jin kafir yang belum beragama.
“Itu adalah tugasmu. Tugasmu untuk mengislamkan jin-jjin yang masih kafir. Kau harus ajak mereka beragama. Mengucapkan dua kalimah syahadat dan berzikir kepada Allah Azza Wajalla,” bisik Mang Igo Igo, ke telingaku.
Setelah sembahyang subuh, aku pun mendekati jin yang belum sholat.
Aku mengajak mereka masuk Islam. Membimbing mereka untuk mengucap syahadat. Dan Alhamdulillah, mereka semua mau dan semua pengikut Mang Igo Igo di kerajaan gaibnya, menjadi muslim.
Pukul 06.45 waktu Indonesia bagian tengah, Rahmad saleh datang menjemputku. Dengan Rahmad Saleh aku kembali ke dermaga speed di Kampung Baru, Balikpapan.
Kali ini, Rahmad Saleh mengantarkan aku hingga bandara Sepinggan. Setelah aku turun masuk terminal, Rahmad Saleh raib lagi. Dia menghilang entah ke mana. Belakangan, barulah aku tahu dari Mang Igp Igo, bahwa Rahmad Saleh sudah meninggal lima tahun talu. Arwah tukang ojek Paser Penajam itu, menjadi pengikut Mang Igo Igo dan membantu tugas-tugas kerajaan, termasuk menjemput dan mengantarkan aku. Pikirku, pantas saja Rahmad Saleh tidak banyak bicara dan mukanya pucat, karena dia sudah menjadi arwah.
Sesampainya di ruang tiketing, aku tersentak kaget. Semua penerbangan tidak ada yang kosong. Semua penuh dan tidak ada tiket sama sekali. Bagaimana aku kembali ke Jakarta dan terus ke Palembang? Batinku. Aku bingung dan menjadi galau berat. Bagaimana caranya pulang? Sementara dikabarkan bahwa hingga besok pun, tiket sudah terjual habis. Tak ada lagi satupun tiket yang tersisa. Semua maskapai penerbangan penuh. Duh Gusti, bagaimana aku pulang? Pikirku, gundah gulana.
“Kecilkan dirimu dengan memencet hidung setengah menit. Kau akan menemukan sesuatu yang luar biasa,” bisik Mang Igo igo.
Aku langsung memencet hidungku dan berhenti bernafas selama setengah menit. Beberapa saat kemudian keajaiban datang. Tubuhku mengecil berikut tas dan barangbarang bawaanku pun, semuanya mengecil.
“Terbangiah,” perintah gaib Mang Igo Igo.
Arkian, ketika tubuhku mengecil seprti debu, aku terbang bagiakan kapas, melayang – kea rah Pagaralam, Sumater Selatan. Dari Kalimantan Timur aku terbang ke barat hingga melintas di atas Banjarmasin, Kalimantan Selatan, di atas Pangkalan Bun, Kota Waringin Barat, Kalimantan Tengah hingga berbelok ke Lampung dan turun di kaki Gunung Dempo, Pagaralam, beberapa kilometer dari rumahku.
Sesampainya di rumahku aku sujud di kaki ibuku dan mencium tangan ayahku. Mereka girang aku pulang dengan selamat. “Kau pewaris tunggak ilmu sakti mandraguna Mbah Kaponan. Gunakanlah ilImumu dengan baik dan jangan sombong dan membantulah bagi siapapun yang memnutuhkan bantuan,” Pesan ayahku.
Ayahku ternyata tahu bahwa aku diwariskan ilmu gaib oleh Mbah Kaponan. Di antra 43 cucunya, hanya aku yang dipilih. Konon karena aku mempunyai tahi lalat di tulang iga ku, sehingga ilmu itu hanya jatuh kepadaku. Ilmu sakti mandraguna Mbah Kaponan, hanya jatuh kepada cucunya yang punya tahi lalat di tulang iga. Alhamdulillah, akulah itu. Karena hanya satu dari 43 cucu yang bertahi lalat tulang iga, dan diyakini kuat untuk menerima warisan karuhun.
Malam harinya aku membuka bantal pemberian Mang Igo Igo di kerajaan Danau Bayah hutan Mangkidau. Bantal itu berisi uang yang banyak. Uang dolar Amerika Serikat, uang yen Jepang, uang won, Korea Selatan dan uang rupiah dari Indonesia. Setelah ditukarkan ke money changer uang asing itu ternyat semua asli. Uang rupiahpun, laku untuk dibelanjakan. Namun sebagian uang aku berikan ke panti asuhan, anak yatim dan orang miskin di beberapa kabupaten. Sebagian lagi, aku berikan kepada ayah dan ibuku untuk membangun rumah kami yang reot dan bocor.
Hubungan antara Mbah Kaponan, nenekku dengan Mang Igo igo, ternyata mengejutkan. Mang Igo Igo itu rupanya suami gaib dari Mbah Kaponan. Selain kakekku, Mbah Kaponan punya suami gaib. Suami gaibnya itu, adalah Mang Igo Igo penguasa hutan dan danau di Kalimantan Timur. Mulai dari kawasan Bukit Soeharto yang angker hingga Danau Bayah yang wingit.
Setiap waktu, bila aku mau terbang, aku mengecilkan tubuhku dengan memijit hidung setengah menit. Sementara untuk kembali normal, aku menarik telinga ku hingga dua menit. Untuk memanggil Mbah Kaponan dating, cukup aku panggil, Mbah, Mbah, Mbah sebanyak tiga kali. Nenekku akan datang dan kami bisa berdialog.
Sedangkan untuk memanggil Mang Igo Igo, aku harus membaca Mantra Danau Bayah. Setelah mantra usai dibaca, Mang Igo Igo datang untuk bertatap muka denganku.
Selain itu, kami bisa bercanda, bersengkramdan bergurau sebagaimana kehidupan manusia biasa. Alhamdulillah, ilmu langka yang jarang lestari itu, datang kepadaku dan aku berjanji untuk menyelamatkan ilmu warisan leluhur itu hingga kapanpun. Dan aku berjanji untuk mengamaikannya dengan baik. (Kisah Rusita Dwi Astuti kepada Penulis). Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: dukunku.com
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)