Kisah Mistis: PESUGIHAN KERAMAT GUNUNG GEDE
Pasangan suami istri telah melakukan ritual dikeramat ini, pada malam pertama dia ditemui oleh sosok macan kumbang sebagai pengawal kerajaan gaib Eyang Wirasuata, tak lama berselang muncul sosok kelong wewe yang memaksa pada penulis untuk minta dinikahi. Maksud hati ingin menolong penulis lantaran dipaksa oleh sosok gaib tersebut malah akhirnya pingsan lantaran melihat sosok kelong wewe itu dengan wajah hancur, ritualpun tidak bisa dilanjutkan lantaran pelaku tak sadarkan diri.
Pada malam kedua pelaku Ini ditemul oleh sosok kodok merah sebesar ember lantas kodok itu memakan sebagian sesaji ketika sudah kenyang kodok itupun tak bisa loncat matah berjalan ngageboy seperti laiknya wanita berbokong besar hingga penulis sedikit tertawa melihat kejadian seperti itu dan yang lebih lucunya lagi kedua pelaku ini malah sujud sambil menungging ada-ada saja pelaku ini bagaimana kalau ditendang dari belakang oleh sosok gaib… bisa berabe…?
Bagaimana kisah selengkapnya, simak di bawah ini.
Tak seperti biasanya abah Encang memanggilku melalui telpon celullarku dia mengatakan bahwa di rumahnya kedatangan tamu suami istri dari kota sukabumi yang ingin ritual di keramat Gunung Gede.
Pembicaraan via cellular itupun tak bisa berlama-lama lantaran waktu nya sangat sempit sekali panjang lebarnya nanti kalau sudah tiba di rumah abah, itulah amanat singkatnya.
Ketika aku lihat jam di celularku telah menunjukan pukul 14.00 masih ada waktu untuk mempersiapkan pakaian untuk perbekalan lantaran sudah pasti kalau penulis bakal menginap di rumah abah Encang selaku juru kunci keramat.
Tiba di rumah abah Encang pukul 17.15 wib ternyata benar kalau tamu itu sudah menunggu, penulispun berjabatan tangan pada keduanya terakhir pada abah dan emak yang ternyata ada diruangan dapur.
Panjang lebar abah bercerita pada penulis tentang kedatangan tamu tersebut yang maksudnya hendak ngelakoni ritual di keramat Gunung Gede.
“Jadi tugas apa yang harus saya lakukan untuk kedua pasangan suami istri ini bah…?” Tanya penulis.
“Tugasmu menemani pak Tata dan Bu Sani semedi di keramat yang paling atas, sebab ketika tadi siang abah tawasulan di kamar pribadi kalau Eyang Wirasuta sudah menemui abah dan mengatakan kalau kedua orang ini harus disimpan di tempat keramat yang paling atas asal niatnya tidak robah!” Ujar Abah Encang.
“Baik bah…!” Jawab penulis singkat.
Lalu abah Encang pun menyiapkan sarana untuk sesaji sementara penulis beserta pasangan suami itu kembali ngobrol ngalor ngidul.
Sepertinya abah sudah bercerita tentang penulis pada kedua pasangan suami istri ini sebab dari bicaranya kalau dia ini benarbenar sangat mohon agar penulis bisa menemaninya ritual hingga selesai.
Tugas yang diemban penulis bukan pekerjaan enteng jujur penulis agak setengah ragu akan tugas berat dari abah ini lantaran mengingat kejadian yang sudah-sudah banyak pelaku ritual yang lari kocar-kacir inilah yang menjadi keraguan di hati penulis.
Takut kedua orang inipun bernasib sama seperti para pelaku lainnya setelah pelaku itu kabur yang tinggal dilokasi keramat hanyatah penulis seorang yang tentunya akan menghadapi sosok gaib yang sudah melegenda di tatar sunda tersebut, tiba-tiba abah bertanya padaku.
“Kenapa kau diam…?” Sapa abah Encar
“Aeh enggak bah…!” Jawab penulis.
“Apakah ada unek-unek di batinmu?” Tanya abah Encang.
“Ya bah…”
“Coba jelaskan!” pinta abah Encang.
“Begini Bah, mengingat kejadian tempo hari banyak para pelaku yang kabur dan aku masih terngiang ucapan Eyang Wirasuta begini: “Montong hayang panggih jeung kaula lamun rek lalumpatan, ongkoh menta rezeki ti kaula tapi kalakah kabur… lamun rek kitu carana leuwih hade cicing di imah!”
Artinya : “Jangan minta bertemu denganku kalau niatnya mau lari katanya minta diberi rezeki tapi malah kabur… kalau caranya seperti ini lebih baik diam saja di rumah!”
Pasangan suami istri langsung menjawab “Insya Allah kang … saya akan tetap bertahan di keramat walau ada godaan apapun lantaran niat saya ini sudah sepakat dengan istri,” padahal penulis bermaksud menjelaskan pada abah Encang yang maksudnya agar siapapun yang hendak pelaku di keramat itu harus benar-benar sudah siap baik fisik maupun mental.
“Baik… baik… Kalau begitu aku siap menemani ritualnya!” Jawab penulis.
Malam itu juga langsung berangkat menuju keramat Gunung Gede memang tidak memakan waktu yang lama ingin sampai di lokasi keramat tersebut hanya berjarak 2 Km dari rumah abah Encang.
Sesampainya di tempat lokasi keramat, abah Encang langsung menggelar sesaji yang sudah dipersiapkan sebelumnya sementara aku (penulis) membantu beres-beres di cungkup yang memang sangat kokoh tapi jika datang angin kencang ngeri juga takut cungkup itu roboh sudah dijamin bakal masuk jurang, tamatlah riwayatnya. Abah membuat cungkup di tempat yang sangat berbahaya. Jika dilihat dari jalan utama Bandung-Garut cungkup tersebut tampak kelihatan sangat jelas seperti menempel di sebuah tebing pasti orang-orang akan enggan berada di cungkup tersebut.
Selesai menyiapkan uborampe seluruhnya berkumpul untuk melakukan tawasul atau ijab Kabul penyampaian niat pak Tata dan Bu Sani.
Terdengar suara abah berkumandang, bibirnya terus komat-kamit sambil sesekali tangannya meraih kemenyan untuk ditabur pada bara api yang sudah menyala, lalu asap pun menyembul ke atas dan menyebar.
Di sekeliling tempat ruangan cungkup tersebut, cukup lama juga abah melakukan tanganya meraih kemenyan, dimasukan pada bara api spontan asap kemenyan pun mulai mengepul kembali hingga menyebar keluar cungkup, sudah sekian lama abah melakuan tawasul masih belum menyudahi acara tersebut.
Tiba-tiba abah Encang bergetar lalu kedua tangannya bergerak-gerak namun kedua matanya tetap merem. Terdengar suaranya agak berat! Ternyata ada sosok makhluk halus yang memasuki raga abah.
“He.. he.. he.. haturan putu…!”” Ucapnya.
Jujur, kalau selama ini baru mengalami kejadian seperti ini, dimana abah sudah kerasukan oleh lelembut yang entah Siapa…?
“Sampurasun Eyang…,” sapa penulis.
“Hem… rampes putu. Syukur anjen datang kadie putu… Eyang teh geus lila nungguan anjen datang ka tempat eyang… kamana wae atuh putu teh…?”
“Hapunten eyang… panginten salira eyang langkung uninga kana perjalanan sim kuring tara aya di hiji patempatan, hapunten sim kuring tamelar ka eyang…” kata penulis.
“Saha anu dibawa ku anjen teh putu…?” Tanya waragad abah yang belum tahu siapa sebenarnya yang sudah masuk kurungan abah.
“Hapunteun eyang sim kuring kawakilan ku abah piwarang ngarencangan ieu jalmi anu wastana tata sareng sani anu maksadna supados langkung jelasmah mangga we kusalira eyang ditaros…!”
Lantas penulis memberi isyarat pada pasangan suami istri tersebut maksudnya agar bicara angsung pada waragad abah Encang. Lalu pasangan suami istri itu pun duduknya bergeser ke depan.
Cukup panjang juga pembicaraan lelembut yang meminjam raga abah Encang dengan pasangan suami istri tersebut.
Sengaja penulis tidak menceritakan, sebab sangatlah pribadi khusus pelaku itu sendiri.
“Hapunteun eyang, putu bade tumaros dupi eyang teh saha tea…?” Tanya penulis. ““He… he… he… kaula Eyang Wirasuta anu ngageugeuh ieu patempatan piraku putu poho deui…!” Jawabnya.
“Tangtos sim abdi moal uningan Eyang, margi Eyang hadir nganggo kurungan abah…!” jelas penulis.
“He… hhe… hhee… wayahna putu baturan ieu jalma anu hayang panggih jeung eyang!” Pinta waragad abah yang tubuhnya sudah dirasuki Eyang Wirasuta.
“Mangga… ku sim abdi di rencangan tapi eyang ulah murang-maring ka sim abdi siga tiheula nepikeun ka putu di usir jeung di balangkeun ku salira eyang!” Pinta penulis.
“He… he… he… hampura eyang putu… eyang kalepasan bongan salah putu sorangan rek di bere dunya ku eyang kalakah embung! He… he… he… hampura eyang moal bisa Iila dina kurungan batur putu!”
Itulah hasil dialognya dengan ke 2 orang dimana membuat Eyang Wirasuta merasuk ke dalam kurungan abah Encang, lambat laun sukma lelembut itu keluar dan tubuh abah encang pun terkulai lemas.
Yang menjadi pertanyaan bagi penulis apakah keduanya itu akan tetap bertahan setelah melihat perwujudan sosok Eyang Wirasuta yang tinggi besar yang lengkap dengan pakaian kebesarannya?
Ketika acara tawasul itu selesai abah Encang meninggalkan kami bertiga sementara dia sendiri menunggu di cungkup bawah yang bentuknya persis sebuah rumah ada beberapa kamar kosong khusus diperuntukkan para pelaku jika tak sanggup melakukan ritual di cungkup yang atas.
Di cungkup yang bawah inilah penulis sering beristirahat untuk bermalam bersama abah Encang, tempatnya lebih enak ada tungku tempat perapian untuk memasak.
Semenjak ditinggal oleh abah Encang, pasangan suami istri ini duduk dipaling. depan sambil menghadap sesaji komplit sementara penulis sendiri duduk di belakang mereka.
Bau aroma kemenyan bercampur dupa Hio masih memenuhi ruangan cungkup sudah 2 jam lamanya menunggu kehadiran sosok gaib bernama Eyang Wirasuta. Namun belum ada tanda-tanda kemunculannya.
Sesekali aku lihat kedepan ternyata Pak tata dan istrinya masih tetap berada di tempat semula hanya tempat duduknya saja sedikit bergeser mungkin dia merasakan pegal.
Kira-kira pukul 00.15 wib sudah mulai tercium aroma wangi tak sedap berarti tanda-tanda sosok gaib itu sudah muncul namun entah siapa? Praak… praak… praak… mulai terdengar tanda-tanda kehadirannya tiba-tiba dari arah kejauhan tampak cahaya biru menyorot sangat menyilaukan, lambat laun cahaya itu pun semakin mendekat, lalu mulai terdengar suaranya yang khas, suara aumannya yang khas itu bisa membuat orang lari kocar-kacir.
Ternyata pengawal Eyang Wirasuta sudah datang dalam wujud seekor harimau kumbang, warna bulunya yang hitam pekat serta suaranya yang tak mau diam terus bersuara gigi taringnya yang tajam.
Sosok inilah yang membuat para pelaku kabur terbirit-birit ternyata sosok itu hanya lewat saja seperti yang sudah-sudah aku saksikan beberapa bulan ke belakang.
Mendengar suara auman harimau itu bu Sani langsung berpindah duduknya di belakang suaminya sementara pak Tata yang aku lihat tertunduk tanda dia merasakan takut diterkam.
Ternyata benar kalau pasangan suami istri itu cukup kuat dengan munculnya si kumbang dia memilih diam ketimbang berlari, toh akan membuat masalan saja kalau dia kabur. Masih terlihat sosok hewan itu berlalu sambil mengacung-acungkan ekornya yang panjang, suara pijakan kakinya masih terdengar, lantaran sosok hewan itu berjalan di atas ranting pohon kering yang jatuh.
Tak sampai di situ saja godaaan yang ditemui oleh pasangan suami istri tersebut setelah keduanya terbebas dari marabahaya macan kumbang kini muncul godaan yang bisa membuat jantung copot di mana seekor kelelawar yang sangat besar terbang di sekitar itu dan terus mengitari di atas cungkup itu sangat terasa sekali sebab suara kepekan sayapnya membuat pepohonan bergoyang serta terdengar sangat jelas sekali ‘gagayabagan’. Dan bersamaan dengan itu terdengar suara desis ular serta suara Kiciwis Sosok gaib berwujud hewan sebangsa angsa kecil/bebek yang membuat bulu kuduk tegang.
Tiba-tiba cungkup sedikit bergoyang, perasaanku kalau kelelawar itu hinggap di atas cungkup secepat kilat aku dan pasangan suami istri itu keluar dari cungkup takut kalau cungkup itu ambruk sudah pasti ambruk ke bawah jurang, nyawa pastilah melayang.
Ternyata dugaanku benar kalau sosok kelelawar itu menclok di atas cungkup namun bukan kelelawar biasa melainkan sosok yang mengerikan buah dadanya sangat besar sekali hingga ke perut, dari mulutnya mengeluarkan cairan lendir yang menjijikan. Sepertinya sosok kalong wewe…!
Lalu sosok yang mengerikan itupun berjalan jalan di atas cungkup membuat cungkup jadi semakin bergoyang, tak pikir panjang aku langsung meraih sebuah batu seukuran kepalan tangan orang dewasa yang maksudnya hendak aku lempar sosok sadis itu! Alih-alih kena malah genting cungkup itu jadi pecah. Pasti abah marah padaku! Karena bukan sekali saja aku melempar sosok kalong wewe itu sampai genting yang yang terbuat dari asbes itu pada bolong.
“Heh jurig turun siah!” pinta penulis.
“Hi… hi… hii… lamun anjeun daek jadi pisalakieun kulamah pasti rek turun!” jawab sosok kalong wewe tersebut.
“Teu sudi teuing kuring kudu ngawin Siluman model anjeun masih keneh balatak manusa anu geulis, teu siga anjeun goreng patut!” cetus penulis.
“Dasar manusa nurus tunjung!” coleteh sosok kalong wewe itu.
“Naha saha jalmana anu daek ngawin anjeun rupa berewes buuk ramipig acakacakan!” Cetus penulis.
“Heg atuh kula rek turun!” jawabnya.
Benar saja sosok kalong wewe itu terbang ‘ngagayabag’ mengitari tempat itu lalu entah ke mana…? Tapi hanya beberapa menit saja tiba-tiba terdengar suara dari luar cungkup memanggil akang… akang… akang. terdengar Suaraya agak ngirung (red sunda). Artinya Suranya mirip orang yang berbibir sumbing. ki
“Hiraukan saja pak!” Ujar penulis.
“Baik kang…!” Jawab pak Tata sambil mengangguk tanda mengerti atas ucapanku itu.
Akang…akang…akang… mulai terdengar lagi Suaranya memanggil Makin lama suara itu malah semakin mengganggu kasihan pasangan suami istri pasti ritualnya tak akan fokus.
Setelah dipikir bolak-balik bahwa suara itu bukan sosok yang ditunggu-tunggu akhirnya penulis keluar yang maksudnya hendak aku usir saja, toh itu bukan sosok yang akan memberi kekayaan pada pak Tata dan bu Sani.
Tatkala penulis keluar dari cungkup apa yang dilihat? Tak Jain adalah sosok wanita sangat cantik luar biasa memakai sanggul serta berkebaya warna ungu berdiri tepat di hadapan cungkup lalu sosok itu berjalan mondar-mandir.
Beruntung penulis keburu sadar kalau kecantikan serta kemolekan tubuhnya itu hanya sepintas saja yang tujuannya menggoda manusia supaya terjerat bujuk rayunya artinya bisa dibilang cantik oleh seseorang saja sementara jika dilihat oleh mata Umum hanyalah sosok wanita yang sangat mengerikan.
Kedua tanganku ditarik-tarik oleh sosok wanita cantik itu sambil berucap “hayu kang
urang kawin… hayu kang urang kawin…” melihat penulis sedang ditarik-tarik oleh sosok itu spontan pak Tata keluar dari cungkup karena dia menyaksikan dengan jelas kalau penulis dipaksa maksudnya . hendak menolongku tapi apa yang terjadi malah tiba-tiba saja pak Tata pingsan! :
Wah… acara ritual bakal jadi berantakan pikirku! Aneh sungguh aneh melihat pak Tata pingsan, lalu sosok wanita cantik itu raib entah kemana.
Penulis segera menghampiri pak Tata, benar saja dia tak sadarkan diri lantas penulis memanggil istrinya.
Bu Sani pun kaget melihat tubuh suaminya ambruk tergolek di tanah tanpa banyak kata-kata tubuh pak Tata pun di bopong berdua degan istrinya penulis memegang bagian kepala sementara istrinya memegang kedua kaki suaminya.
Hingga waktu Sudah menunjukan pukul 03.10 wib pak Tata belum sadarkan diri, acara ritual di malam pertama itupun belum ada hasil malah mendapat musibah.
Sambil menyongsong datangnya pagi aku dan Bu Sani tetap berada dalam cungkup sambil! menghisap rokoK lalu sengaja Bu Sani meminta agar ruangaNnya diberi penerangan lilin.
Tampak istriya merasa iba melihat fisik suaminya yang lemah sambil kedua tangannya memijit sebagian tubuhnya maksudnya agar segera sadar dari pingsannya.
Kira-kira pukul 05.30 penulis turun dari cungkup maksudnya hendak menemui abah Encang di cungkup bawah dari jauhpun sudah kelihatan genting dapurnya sudah terlihat mengepul asap yang keluar menyembul melalui balik genting berarti abah sudah bangun.
Seluruh kejadian tadi malam aku ceritakan pada abah dan diapun mengatakan “marukana hayang beunghar teh gampang kitu?“
Sesampainya di cungkup atas pak Tata sudah sadarkan diri Alhamdulillah dia sudah membaik, istrinya lalu menyeduh air kopi panas beberapa gelas yang sengaja dibawa dari cungkup’bawah sambil mencicipi makanan siap saji (roti) sebagai pengganjal perut. Pak Tata pun menceritakan kejadian semalam pada abah.
Ketika awal kali bertemu dengan sosok kumbang sebenarnya dia dan istrinya benarbenar takut mungkin malu atas ucapannya ketika masih di rumah abah akhirnya diapun bertahan begitu juga ketika sosok kalong wewe berada di atas cungkup pikirannya menerawang jauh pasti dirinya akan mati lantaran cungkup terus bergerak-gerak hendak roboh ke jurang.
Terakhir yang mebuat dirinya pingsan, ketika dirinya melihat penulis sedang dipaksa oleh sosok wanita yang wajahnya hancur dan menakutkan. Maksudnya sich memang baik ingin menolong penulis tapi ketika melihat fisik dan wajah wanita itu malah langsung pingsan.
Ritual di malam pertama tidak membuahkan hasil, itu bukan berarti niat pak Tata gagal tapi sosok gaib yang ditunggu-tunggunya itu belum menampakan diri dan berdialog secara pribadi dengannya yang tentunya akan diajak kolaborasi sementara yang muncul hanya godaan saja kalau dia faham, sosok macan kumbang itu tak lain adalah pengawal pribadi Eyang Wirasuta sedang kalong wewe tak lain adalah emban kerajaan gaib pimpinan Eyang Wirasuta sendiri yang Sok usil mengganggu pelaku ritual yang memang maunya dikawin oleh manusia, maka tak aneh setiap pelaku ritual pasti seslalu digodanya seperti kejadian tadi malam menggoda penulis namun penulis sendiri masih kuat untuk bersekutu dengan siluman.
Siang itu pasangan suami istri tertidur pulas dalam cungkup lantaran semalaman tak bisa memejamkan mata, bagaimana tidak! Boro-boro bisa tertidur melihat kejadian dialam kegelapan seperti itu yang ada hanyalah takut dan membuat sport jantung.
Sejak awal dirinya memang sudah berjanji tidak akan pulang jika niatnya belum dikabulkan.
Rencananya pasangan suami istri ini hendak melakukan ritual di malam kedua namun sebelumnya sudah diberi aba-aba oleh abah Encang kalau niatnya harus benar-benar focus kosongkan beban pikiran yang ada dibenaknya agar bisa tenang dan khusyu.
Kira-kira pukul 17.30 aku berdua dengan abah Encang berjalan menuju cungkup yang tadi malam dipakai ritual pak tata dan Bu Sani selang beberapa menit kemudian sampailah di tempat yang dituju.
“sampurasun!” Abah encang ucap salam pada yang ‘ngageugeuh’ di tempat itu dan ketika memasuki cungkup ada sedikit keganjaan di mana sebagian sesaji hilang entah ke mana. Lalu diraihnya sabut kelapa lantas dibakar dan setelah itu abahpun memulai ritualnya. Bibirnya terus komat-kamit merapalkan ilmu pemanggilannya untuk para lelembut sambil sesekali tangannya meraih serbuk kemenyan lalu ditaburkan pada bara sabut kelapa.
Asap kemenyan menyebar di sekeliling tempat itu, namun abah belum menghentikan rituainya malah semakin kencang membaca amalan-amalannya.
Tiba-tiba dari balik pohon beringin besar terlihat sepasang bola mata mengintip aktivitas dalam cungkup samar-samar semakin mendekat aku hendak memberitahu pada abah tapi sangatlah berat tubuhku untuk bergeser! Ach .. kok tiba-tiba saja sepasang mata itu pun menghilang! Dan secara tiba-tiba saja dari arah samping tempat duduk ku ada sosok yang mendekatiku lantas meniup kupingku! Spontan akupun menggelengkan kepala…
“Sampurasun…” Terdengar abah unjuk salam. Mungkin abah tahu kalau ada sosok makhluk gaib yang sudah hadir di sekitar cungkup tersebut.
“haturan nun … parantos sumping ka ieu patempatan…” mendadak di sekitar ruangan cungkup itu terasa amat dingin sekali dan itupun sama dirasakan oleh pak Tata dan Bu Sani.
Dalam keadaan kedinginan tiba-tiba rambut Bu Sani ada yang menarik, diapun menjerit sambil merangkul suaminya… namun abah masih tetap tak bergeming.
Sepertinya abah tahu kalau ada sosok yang usil pada istri pak Tata namun dia malah acuh dan tak lama kemudian abahpun menghentikan ritualnya karena sudah ada tanda-tanda kehadiran sosok gaibm sudah di ruangan itu.
Setelah acara tawasul itu selesai abah kembali meninggalkan aku bertiga sedang posisi duduk kedua pasangan suami istri itu kembali seperti semula sambil menghadap sesaji yang tinggal separuhnya saja entah ke mana! Kini aku harus waspada lantaran sosok gaib itu sudah di ruangan cungkup hanya belum bisa menampakkan dirinya. Dalam keheningan malam itu tiba-tiba terdengar suara musik gamelan yang diikuti suara Sinden ‘ngahaleuang’ suaranya merdu dan halimpu walaupun agak samar lantaran terhembus oleh angin malam yang sepoi-sepoi aku masih ingat langgam yang di nyanyikan oleh nya tak lain adalah “Wangsit Siliwangi.”
Dan ketika asyik mendengar suara sinden bernyanyi tiba-tiba saja terdengar suara tanpa wujud sangat keras sekali dan setelah dideteksi ternyata suara itu bersumber dari puncak Gunung Gede tapi kedua kakinya tepat berada di hadapan pak Tata dan Bu Sani. ya ampun sebesar apa wujudnya?
Aku salut pada pasangan suami istri itu masih tetap bertahan dan tiba-tiba di hadapannya muncul kodok berwarna merah hampir sebesar ember yang tak mau diam selalu luncat ke kiri dan ke kanan lalu menclok di tempat sesaji lantas menyantap beberapa makanan yang dia sukai, matanya belo larak-lirik pada pasangan suami istri tersebut, Bu Sani menjerit, tobaaatt…
Jujur baru kali ini penulis melihat sosok kodok merah sebesar itu matanya sangat besar dan menakutkan di punggungnya bergaris hitam.
Aneh kodok itu itu setelah makan kenyang malah tak bisa loncat lagi tapi berjalan sambil ngageboy lantas kodok merah itu berhenti di samping kaki sosok gaib yang belum menampakan wajahnya yang tak henti-hentinya terus tertawa.
“Sampurasun Eyang…” Sapa pak Tata.
Ucapan itu terus dilontarkan berulang kali namun sosok tinggi besar itu malah semakin kencang tertawa.
Aku melihat pasangan sumi istri itu bersujud, benar-benar orang sampai begitu amat ingin kaya raya.
Lama-lama sosok tinggi besar itu pun berubah menjadi manusia biasa, mungkin sapaan dari pasangan suami istri ini telah didengarnya., ha… ha… ha… ha… sosok gaib itupun mulai membuka pembicaraannya.
“Aya naon anjeun hayang jeung kaula…?” Sapa sosok gaib tersebut.
“Si… si… sim abdi hoyong dipasihan rezeki cee… yang!” Jawab pak Tata terbata.
“Meni asa gampang teuing anjeun rek menta dunya ka kaula!” ujarnya.
“Ha… ha… hapunten sim abdi Eyang tos kumawantun!” pinta pak Tata.
“Lamun anjeun keukeuh peuteukeuh hayang dunya ti kaula, naon anu jadi jaminarm keur kaula?” Tanya sosok gaib nyaeta Eyang Wirasuta.
“Sim… si… sim abdi sadaya-daya teu langkung salira eyang…!”
“Heug, lamun kitu kahayang anjeun rek di cumponan tapi aya hiji syarat anu kudu Ailakcanakarm ku anieun.”
“Mangga geura wakca eyang…! Kata pak Tata penuh panasaran.
“Tapi kaula menta jeu…!” Sambil menunjuk ke anaknya yang sedang tidur bulas di atas kasur.
Keduaya saling berpandangan lantaran tidak dibayangkan sebelumnya kalau tiba-tiba saja eyang Wirasuta meminta Dodi anak kedua pasangan suami istri tersebut dan paling disayang oleh keduanya.
Yang secara tiba-tiba saja sudah ada dihadapannya sedang tergolek tidur dengan sangat nyenyak dan keduanyapun sudah sepakat untuk menyerahkan pada sosok gaib lantaran dia yang diminta bukanlah
diri mereka sendiri. Penulis tak habis pikir kenapa tiba-tiba saja pikirannya jadi berubah!
“Kumaha, naha anjeun ridho anak anjeun dipenta ku kaula?” Pinta eyang Wirasuta.
“Mangga telangkung salira eyang!” Jawab keduanya.
“Heug lamun kitu… ayeuna anjeun geura balik wanci geus maju ka Shubuh, tungguan ku anjeun dina poe jumaah hareup eyang pasti datang ka gowok anjeun!” ujar eyang Wirasuta.
“Hatur nuhun eyang!” kata pasangan suami istri tersebut.
“Tunggu sakeudeung! Pinta eyang Wirasuta dengan nada sedikit membentak!
“Aya naon deui eyang?” Jawab pak Tata.
“Lain ka anjeun… tapi ka itu jalma.” Sambil tangannya menunjuk ke penulis, “Lamun teu salah baheula ki sanak pernah dibalangkeun ku kaula… heug syukur lamun masih keneh hirup, kakara poe ieu batur kisanak dibere dunya ku kaula.”
“Hatur nuhun atuh eyang…” Jawab penulis.
“Matak kisanak datang deui ka tempat eyang teh berarti ki sanak hayang dunya ti kaula.”
“Komo wae eyang tapi ulah aya buntutan!” penta penulis.
“Kop menta ka batur kisanak ieu!”
Tak berselang lama eyang Wirasuta pun raib dari pandangan bersama dengan kodok merah tersebut lantaran komunikasinya telah selesai tingga! menunggu waktu yang telah ditentukan oleh sosok gaib tersebut.
Memang dulu penulis pernah dilempar oleh sosok ghaib eyang Wirasuta lantaran sifatku yang bandel dan tak pernah kapok, sudah beberapa kali membawa pelaku serta menemaninya untuk melakoni ritual namun tak satupun yang berani menghadapi kucing besar yang berbulu hitam pekat itu yang akhirnya lari kocar-kacir ambil langkah seribu sementara penulis ditinggal sendirian di tempat itu, walau sudah dibentak dan diusir penulis tetap bertahan.
Satu tahun sudah berlalu penulis tak pernah bertemu dengan pak Tata dan Bu Sani yang secara tiba-tiba dia datang berkunjung ke rumahku dan menurut pengakuannya kalau Dodi anak bungsunya sudah tiada diambil oleh eyang Wirasuta.
“Kejadiannya, ketika pasangan suami istri tersebut sedang berekreasi di laut pangandaran tak sadar kalau Dodi anaknya itu bermain terlampau jauh hingga ombak menyeretnya ke tengah bersama family-nya yang lain. Hanya Dodi yang bernasib nahas sementara yang lainnya bisa diselamatkan. Tubuh dodi langsung menghilang digulung ombak dan hari menjelang Maghrib jasadnya baru ditemukan sudah tidak bernyawa.” Dengan berurai air mata pasangan suami istri itu menceritakan musibah yang menimpa anaknya. Yang jelas kalau kematian Dodi itu akibat perjanjian dengan eyang Wirasuta dan semua itu hanyalah suatu formalitas saja.
Di penghujung obrolan itu lantas pasangan Suami istri ini menyampaikan amanat kalau eyang Wirasuta menyuruhku untuk bersemedi atau tapakur di cungkup entah ada apa? Hingga penulisan kisah ini belum sempat dilaksanakan. Beberapa bulan semenjak pasangan suami istri itu bertandang ke rumahku penulis mendapat berita kalau salah satu keluarganya mati!
Kematian keluarganya yang bernama Qodir berawal setelah ia meminjam uang dari pak Tata lalu seminggu kemudian Qodir ditemukan sudah terkapar di kamar mandi, tubuhnya berlumuran darah dan setelah diautopsi kalau Qodir sakit jantung mendadak lalu tubuhnya terjatuh menimpa bak mandi hingga sebagian wajahnya terbentur pada dinding bak mandi hingga robek.
Kehidupan pasangan suami istri ini tambah maju semakin kaya raya saja sudah belasan hektar sawah serta kebun dia miliki dan beberapa lokasi tempat kost dia bangun. Padahal usahanya sebagai bos rongsok serta istrinya jual beli benang untuk bahan kain tekstile kini pasangan suami istri itu tidak pernah merasa kekuragan, semua beban piutangnya sudah dilunasi.
Apakah kematian saudaranya itu ada sangkut pautnya dengan pesugihannya? Wa’lahuallam Bisyawab. Hanya Allah SWT yang tahu.
Itulah sekelumit kisah nyata tentang suami istri yang telah melakukan ritual di keramat Gunung Gede namun pada akhirnya perbuatan itupun dia sesali lantaran saban tahun dirinya harus mengorbankan tumbal sebagai wadalnya. Walau dirinya sudah kaya raya namun tetap hidupnya tidak tenang lantaran takut dirinya sendiri yang jadi korban berikutnya.
Semoga pembaca bisa mengambil hikmahnya oleh kisah tersebut di atas. Beberapa nama yang tercantum dalam kisah ini sudah penulis samarkan untuk menjaga hal-hal yang tidak dinginkan. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: dukunku.com
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)