Kisah Kyai Pamungkas:
ARWAH GENTAYANGAN STASIUN JOGJA

Kereta Senja Utama dari Jakarta tiba di Yogyakarta pukul 00.04 dinihari tanggal 13 April 1996. Suasana stasiun Tugu pagi itu terasa sunyi. Tidak banyak penumpang yang turun di Kota Gudeg ini. Dari 10 gerbong yang ada, hanya beberapa orang saja pergerbongnya yang berhenti di sini. Kebanyakan penumpang kereta, meneruskan perjalanan ke stasiun akhir, yaitu Stasiun Kereta Balapan di kota Surakarta, Jawa Tengah.

Risna menjinjing satu koper besar dan satu tas traveling menuju hotel Pasar Kembang sebelah stasiun. Karena sudah tahu seluk beluk jalan di daerah Yogyakarta, maka Krisna tidak keluar ke bagian depan stasiun Tugu, tapi masuk ke lorong bawah tanah sebelah selatan. Lorong bawah tanah berukuran lebar 23 meter dan panjang 100 meter itu menghubungkan ruang stasiun menuju Jalan Raya Pasar Kembang.

Pagi itu suasana lorong masih sepi dan sunyi. Tidak ada seorang penumpang pun yang menggunakan lorong itu. Tapi nyali wanita bertubuh langsung dan cantik itu cukup tangguh. Batinnya sangat kuat untuk melawan setiap rasa takut dan berusaha mengganggu otaknya. “Apa yang mesti saya takuti di sini?” batin Krisna sambil ngeloyor cepat menuruni anak tangga ke lorong bawah tanah itu.

Sampai di tengah lorong, dari arah utara ada langkah kaki bersepatu kulit yang mengikuti. Koper roda yang ditarik Krisna, tiba-tiba ditahan oleh laki-laki bersepatu kulit itu. “Anda Krisnawati kan? Ingat engga sama saya, Bowo, teman satu departemen saat kita sama-sama di Jurusan Karawitan Akademi Seni Tari” desak laki-laki itu pada Krisna. Krisna tentu saja kaget diperlakukan seperti itu. Terlebih saat kopernya ditahan secara tiba-tiba. Tapi begitu dia mengaku dari Akademi Seni Tari Bulaksumur, Krisna pun kontan teringat suasana kampusnya 15 tahun yang lalu. Krisna memang pernah kuliah di ASTI walau tidak sampai lulus. Setelah itu ASTI bergabung dalam suatu lembaga pendidikan besar Institut Seni Indonesia dan kampusnya pindah ke Jalan Parangtritis, Yogya Selatan.

“Bowo? Wibowo Sumardi maksudnya? selidik Krisna. Pria yang mengaku bernama Bowo itu langsung melompat kegirangan. “Puji Tuhan, terima kasih Krisna, kalau begitu kau ingat benar sama aku. Ya, aku Wibowo Sumardi, mahasiswa bernasib malang yang kau tolak cintanya saat pria itu mengutarakan perasaannya saat kita pentas wajib di Salatiga. Krisna, akulah Wibowo Sumardi itu dan akulah yang menyatakan cinta dan kontan kau tolak itu, sekarang kau mau ke mana?” desak Wibowo Sumardi.

“Aku mendapat tugas dari lembaga intelejen swasta Jakarta untuk menyelidiki demontrasi mahasiswa Gajahmada dan UII Yogya yang menuntut Soeharto turun tahta. Gerakan itu sudah begitu ekstrim menuntut Pak Harto lengser. Tugasku sederhana saja, mencatat semua gerakan mahasiswa berikut motivasi, misi dan visinya untuk ku tulis sebagai laporan kepada Badan Intelejen Swasta Nasional BISN di Jakarta” aku Krisna, jujur.

“Busyet, kau sudah menjadi seorang wanita mata-mata? Kalau begitu, kau sangat berbahaya bagiku. Aku juga lagi gencar demo sekarang ini!” sergah Bowo.

“Demo apa? Kau melakukan demonstrasi apa, berapa orang dan memakai bendera apa, Bowo?” selidik Krisna, serius. “Aku memakai bendera rumah makan Wong Jowo, rumah makan ibuku. Nah aku melakukan Demo Masak ke mana-mana sebagai promosi! Ha..ha..ha…!” terang Bowo, bercanda.

Pagi itu Bowo mengikuti Krisna ke hotel Pasar Kembang. Koper Krisna langsung digotong Bowo dan mereka cepat check in di hotel yang mengahadap ke Gunung Merbabu utara Yogya itu. Setelah meletakkan koper di kamar nomor 13 lantai dua, Bowo pamit meninggalkan Krisna. “Tidak pantas kita berdua di dalam kamar ini” desis Bowo, penuh sikap santun. “Sebenarnya sih tidak apa-apa, toh kita tidak melakukan apa-apa” balas Krisna, serius. Sebelum Bowo pergi, mereka sempat berbincang tentang keadaan masing-masing. Krisna mengaku bahwa sejak berhenti di ASTI dia pindah ke Jakarta dan bekerja sebagai wartawati Majalah FOCUS. Saat wawancara Kepala Intelejen Swasta Nasional, Krisna yang lincah dan cekatan, diajak bekerjasama sebagai informan. Karena menyenangi tugas itu, berikut bayaran yang cukup menggiurkan, maka Krisna jadi jatuh cinta pada bidang intelejen. Krisna bercerita bahwa dia disekolahkan ke Jerman Barat dan tinggal dua tahun di Frankfurt, dibiayai lembaga untuk studi mendalam bidang intelejnen. Sejak tamat sekolah di Jerman, Krisna total 100 persen sebagai intel dan mundur dari Focus. “Tapi aku tidak pernah menikah dan belum bertemu jodoh hingga sekarang” aku Krisna. Sebelum pergi meninggalkan hotel, Bowo berjanji akan membantu Krisna di dalam tugas-tugasnya selama di Yogya. Bowo siap mengantarkan Krisna ke kampus Universitas Gajahmada di Jalan Kaliurang dan kampus Universitas Islam Indonesia di Jalan Mangkubumi. “Pokoknya ke mana Tuan Putri mau pergi, aku akan bantu mendampingi” janji Bowo. Krisna senang sekali mendapat teman di dalam tugasnya. Apalagi teman itu teman lama satu kampus yang sudah saling tahu persis tabiat masing-masing. “Lha, kau tinggal di mana, Bowo?” tanya Krisna, saat Bowo pergi membelakangi dirinya, pamit untuk pulang ke rumahnya. Bowo menerangkan, bahwa dia tinggal tidak jauh dari Stasiun Tugu. “Tidak jauh? Kalau tidak jauh dari stasiun, di mana alamat jelasnya? Aku bisa menjemput ke rumahmu, oke?” bujuk Krisna. “Jangan, kau jangan menjemputku, akulah yang harus menjemputmu di sini. Aku tinggal di sebelah stasiun, Jalan Bumijo Lor” teriak Bowo, sambil berlalu. Setelah Bowo pergi, Krisna langsung berganti daster dan pergi mandi. Usai mandi, Krisna sarapan di Cafe Kulonuwun di sebelah hotel.

Krisna merasa bersalah pada Bowo, kok tidak mengajak Bowo makan bersama pagi itu. Seharusnya, Krisna menahan Bowo dan mengajaknya ngobrol sebelum laki-laki itu pergi. “Kasihan Bowo, mungkin dia lapar setelah mengangkat koperku yang begitu berat” batin Krisna.

Sesuai dengan janji, Bowo muncul lagi di hotel pukul 12.00 siang. Habis makan siang di Gudeg bu Sri, Pacinan, mereka langsung berangkat dengan taksi ke kampus Gajahmada. Setelah menyelidik dengan menyamar sebagai warga biasa, Krisna dan Bowo loncat ke UII dan investigasi pun sukses besar. Besoknya, mereka janji wawancara Bapak Amien Rais pukul 19.00 di Condongcatur. Bowo siap menemani Krisna dalam wawancara itu.

Hingga pukul 19.00 tanggal I5 April Bowo tidak menongolkan dirinya ke hotel. Sementara Bapak Amien Rais menunggu pukul 19.00 di Condongcatur, tak jauh dari Hotel Ambarukmo. Karena tak tahan menunggu, Krisna langsung menjemput Bowo di Jalan Bumijo Lor. Walau nomor rumahnya tidak tahu, Krisna yakin banyak orang kenal Bowo karena tampilan khasnya yang kerempeng dan gondrong. Apa yang diperkirakan Krisna, benar juga. Banyak orang kenal Bowo dan rumah seniman itu diketahui persis di hook, kiri jalan di dekat pintu stasiun Tugu sebelah utara. “Itu rumahnya bu, tapi apa urusan ibu dengan dia?” tanya seorang bapak-bapak, tetangga Bowo. “Saya temannya dari Jakarta Pak, saya menjemput dia untuk mengajaknya pergi” dalih Krisna. Si bapak langsung menggaruk kepala dan bingung. “Ibu enggak salah nih, Mas Bowo itu sudah meninggal lima tahun yang lalu. Maaf bu, Mas Bowo itu meninggal overdosis mengkonsumsi heroin dan tubuhnya hancur terlindas kereta di Stasiun Tugu sebelah selatan. Kejadian itu bulan oktober tahun 1991 bu,” cerita si bapak.

Mendengar keterangan itu, Krisna jadi ngotot. Sebab baru saja dia pergi bersama Bowo bahkan seharian bersama orang yang katanya sudah meninggal lima tahun lalu itu. “Pak, baru kemarin dia bersama saya pergi ke Gajahmada dan Uli. Dia juga bolak balik ke hotel saya. Mana mungkin Bowo itu sudah meninggal?” kata Krisna. Dengan lemah lembut dan sopan santun gaya Yogya, bapak itu menerangkan. “Maaf bu, bukan ibu saja yang menemukan Mas Bowo, banyak orang yang kenal dia, termasuk warga di sini dan keluarga, masih sering bertemu Mas Bowo di Lorong Bawah Tanah Stasiun Tugu. Arwahnya bergentayangan di situ, bu” kata si bapak.

Sebelum Krisna berkata lebih jauh, bapak itu masuk mengeluarkan album yang berisi kliping koran terbitan tahun 1991 dengan foto tubuh Bowo yang hancur ketabrak kereta saat OD. Muka Bowo sangat jelas disitu, hanya tubuhnya yang berantakan.

Batin Krisna bergolak hebat. Jantungnya berdetak kencang dan otaknya mengawang ke angkasa biru. Wibowo yang menemui dan menemaninya kemarin, ternyata adalah arwah, roh teman kuliahnya yang bergentayangan di kota Yogyakarta. Menurut banyak sumber warga Bumijo, bahwa arwah Wibowo yang kerempeng dan gondrong berikut celana blue jean dan kaos oblong warna putih itu, jadi penghuni tetap Stasiun Tugu. Arwahnya mengambang dan selalu melakukan penampakan menemui keluarga dan teman-temannya yang masih hidup. Malam itu juga Krisna menelpon Bapak Amien Rais dan membatalkan wawancaranya. Dengan sisa uang yang ada, Krisna meminta orang pintar dan kyai dari Kauman untuk melakukan ritual, mendoakan agar arwah Wibowo terbang ke alam Barzah, tidak gentayangan seperti itu. Krisna yakin bahwa dengan bergentayangannya arwah, Wibowo belum diterima layak di sisi Tuhan. Tugas para kyai kauman dan paranormal tangguh Yogya itu, menghantarkan Wibowo masuk ke alam Barzah, alam ketenangan dan ketentraman bagi mereka-mereka yang sudah meninggal.

“Alhamdulillah, hingga detik ini, arwah itu tidak muncul lagi. Saya senantiasa mengirim doa-doa dan Al Fatihah untuknya, agar teman baikku itu masuk ke alam damai, alam Barzah kekuasan Allah. Amin” desis Krisna pada Paranormal-Indonesia.com yang menulis cerita ini. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: dukunku.com
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)